Kamis, 30 September 2010

Terapan Nilai Spiritual dan Kemanusiaan Dalam Masalah Euthanasia

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Semua manusia, tidak terkecuali, sejak lahir telah dibekali potensi dasar yakni intelektualitas, emosional, dan spiritual. Namun, kenyataan menunjukkan bahwa ketiga potensi tersebut tidak selalu berjalan efektif dan sinergis. Ada manusia yang lebih dominan sisi intelektualitasnya, alfa yang kuat aspek emosionalnya, bahkan ada yang hanya kuat sisi spiritualnya. Peran potensi tersebut adalah sangat penting dalam membangun kesehatan jiwa, sehingga perlu dipahami oleh profesi kedokteran.
Dalam penerapannya dibidang kedokteran, sering dijumpai masalah-masalah medis yang sulit. Pasein yang menderita musibah berat, yang tidak mempunyai dasar spiritual yang bagus akan mudah putus asa dalam menjalani hidupnya. Dan bagi seorang dokter, adalah kewajibannya untuk tetap berusaha menangani pasein yang menderita parah sekalipun dengan dasar-dasar nilai kemanusiaan.

B. Rumusan Masalah
• Apa itu euthanasia?
• Bagaimana awal mula euthanasia?
• Seperti apa konsep mati?
• Bagaimana pelaksanaan euthanasia?
• Mengapa dilakukan euthanasia?
• Perdebatan panjang sepertia apa yang terjadi?
• Bagaimana cara menangani masalah euthanasia?
• Bagaimana euthanasia ditinjau dari sudut pandang islam?

C. Tujuan
C.1 Tujuan Umum
• Memahami urgensi peran intektualitas, emosional, dan spiritual dalam kesehatan jiwa.
• Urgensi nilai-nilai spiritual dalam kesehatan jiwa.
C.2 Tujuan Khusus
• Menjelaskan yang dimaksud dengan euthanasia.
• Menjelaskan bagaimana pelaksanaan euthanasia.
• Menjelaskan bagaimana cara menangani masalah euthanasia.
• Menggambarkan bagaimana islam memandang euthanasia.

D. Manfaat
• Dapat memahami penerapan nilai spiritual dan kemanusiaan dalam dunia kedokteran.
• Menyadari bahwa peran EQ, IQ dan SQ sangat penting dalam dunia kedokteran.
• Mengetahui seluk beluk euthanasia.
• Dapat mengatasi masalah euthanasia dan solusi yang terbaik.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Euthanasia
Euthanasia sering dikenal dengan suatu cara mengakhiri hidup tanpa rasa sakit yang dilakukan kepada makhluk hidup baik itu manusia ataupun hewan dengan cara tertentu, dimana dianggap tidak mempunyai harapan hidup lagi, dengan alasan belas kasihan.
Euthanasia secara bahasa berasal dari bahasa Yunani eu yang berarti “baik”, dan thanatos, yang berarti “kematian” (Utomo, 2003:177). Jadi maksud dari kata Euthanasia menurut bahasa Yunani adalah “kematian yang baik”. Suatu kommissie dari Gezondheidsraad (Belanda) merumuskan : “Euthanasia adalah berbuatan yang dengan sengaja memperpendek hidup ataupun dengan sengaja tidak berbuat untuk memperpanjang hidup demi kepentingan si pasien oleh seorang dokter ataupun bawahan yang bertanggung jawab kepadanya. Istilah lain yang tidak jauh berbeda dengan hal itu, dalam bahasa arab adalah qatl ar-rahmah (pembunuhan dengan kasih sayang) atautaisir al-maut (memudahkan kematian).

B. Sejarah Euthanasia
Kata eutanasia pertama sekali disebutkan oleh Hippocrates, seorang filsuf yang juga dikenal sebagai tabib. Hippocrates menjumpai beberapa pasiennya yang meminta untuk dibuatkan ramuan mematikan dengan tujuan mempercepat proses kematian pada diri pasein yang sekarat. Hal ini membuat Hippocrates bersumpah tidak akan membuat ramuan tersebut sampai kapanpun. Sumpah Hippocrates yang ditulis pada masa 400-300 SM berbunyi: “Saya tidak akan menyarankan dan atau memberikan obat yang mematikan kepada siapapun meskipun telah dimintakan untuk itu“. Namun demikian, kenyataannya praktek euthanasia telah dimulai pada tahun yang sama (kira-kira abad 4 SM).

C. Konsep Mati
Untuk lebih memahami euthanasia, kita perlu memahami terlebih dahulu apa itu konsep mati yang terlah dianut dari dulu sampai saat ini. Karena dalam dunia kedokteran, harus senantiasa mengutamakan nilai kemanusiaan dalam melakukan tindakan medis, dengan terus berusaha menyelamatkan pasein. Dalam dunia modern seperti saat ini, banyak sekali cara yang dapat dilakukan untuk membantu hal tersebut.
Berikut ini adalah beberapa konsep tentang mati :
1. Mati sebagai berhentinya darah mengalir
Dalam PP No. 18 tahun 1981 dinyatakan bahwa mati adalah berhentinya fungsi
jantung dan paru-paru. Namun, dalam dewasa ini konsep mati tersebut sudah ketinggalan jaman. Karena saat ini teknologi kedokteran sudah sangat maju, jantung dan paru-paru yang tidak berfungsi lagi dapat dipacu dengan alat-alat medis modern.
2. Konsep mati menurut dr. H. Tabrani Rab
Kematian menurut dr. H. Tabrani Rab ditentukan oleh 4 faktor, yaitu:
1. Berhentinya pernafasan
2. Matinya jaringan otak
3. Tidak berdenyutnya jantung, serta
4. Adanya pembusukan jaringan tertentu oleh bakteri-bakteri.

D. Jenis dan Pelaksanaan Euthanasia
1. Voluntary Euthanasia
Voluntary euthanasia (eutanasia sukarela) merupakan pelaksanaan eutanasia pada pasien atas keinginan dirinya sendiri dan tanpa adanya pemaksaan dari orang lain. Biasanya juga dikenal dengan istilah Autoeutanasia, pasien sebelum menjalani eutanasia harus menulis pernyataan yang ditulis dengan tangan (codicil).
2. Non-valuntary
Merupakan eutanasia yang dilakukan pada pasien dimana ia tidak meminta dilakukan eutanasia karena ketidakmampuan dan tidak kesadarannya, misalnya karena disebabkan koma yang panjang. Pada pasien PVS misalnya dihentikannya feeding tube (selang saluran makan).
3. Involuntary Euthanasia
Hampir mirip dengan non-voluntary, yang membedakan adalah kondisi pasien yang sekarat dan sadar bahwa ia sudah tidak mempunyai harapan untuk hidup, pasien menolak untuk dilakukan perawatan. Pasien masih sadar dan dapat memberikan persetujuan atau penolakan ketika ditanya.
4. Assisted Suicide
Assisted suicide (bantuan bunuh diri) merupakan jenis eutanasia dimana seseorang menfasilitasi baik memberikan informasi, wacana, atau bimbingan tertentu untuk mengakhiri hidup seseorang. Jika melibatkan bantuan dokter disebut dengan “bunuh diri atas pertolongan dokter”.
5. Euthanasia by Action
Suatu tindakan yang dilakukan dengan tujuan untuk menimbulkan kematian, misalnya dengan pemberian injeksi atau racun sianida. Euthanasia By Action Merupakan jenis eutanasia aktif.
6. Euthanasia by Omisson
Merupakan eutanasia pasif dimana dilakukan penghentian tindakan medis kepada pasien, misalnya penghentian pemberian nutrisi, air, dan ventilator.

E. Alasan-Alasan Dilakukan Euthanasia
1. Sakit berkepanjangan
Alasan yang paling mendasar dalam melakukan euthanasia adalah sakit yang berkepanjangan. Berbagai alasan seperti itu banyak ditolak oleh pengadilan, karena saat ini telah banyak ditemukan obat-obatan yang dapat mengurangi rasa sakit sehingga rasa sakit itu bisa dikontrol.
2. Keinginan dari pasein secara berulang kali
Adanya keinginan dari diri pasein secara pribadi dengan secara lisan maupun ekspresi yang menunjukkan bahwa dirinya ingin segera mengakhiri hidupnya. Hal ini biasa ditemukan pada pasein yang mempunyai jiwa spiritual rendah, sehingga mudah putus asa.
3. Manusia tidak boleh dan tidak diharuskan untuk tetap hidup
Ketika beranggapan bahwa usaha untuk melakukan pengobatan dan menyembuhkan seseorang bukan hal yang bijak dilakukan. “Memaksa” agar tetap hidup dengan bantuan alat, seperti alat pernafasan adalah hal yang tidak manusiawi.
4. Ketidakmampuan untuk membayar biaya kesehatan
Seperti yang kita ketahui dalam melakukan pengobatan dibutuhkan biaya, dan biaya kesehatan tidaklah murah. Sehingga hal ini menjadi pertimbangan bagi pasien, keluarga, dan dokter.

F. Perdebatan Panjang
Pelaksanaan euthanasia sampai saat ini menjadi polemik, etik dan perdebatan panjang yang tidak pernah terselesaikan, pro-kontra didalamnya sepertinya tidak pernah usai di dunia ini. Berikul ini adalah pro-kontra yang terjadi mengenai euthanasia.
F.1 Pro-Euthanasia
• Beranggapan melakukan euthanasia lebih manusiawi daripada melihat kondisi pasien yang kesakitan (sekarat) dalam waktu yang panjang.
• Euthanasia dianggap sebagai cara yang mempermudah dan merpersingkat rasa sakit pasien.
• Membuat dilematis dokter dalam mengangani pasien yang kritis.
• Mempertahankan kehidupan pasien yang sudah kritis atau sekarat adalah tindakan yang tidak berguna, karena kehidupan yang seperti ini adalah kehidupan tanpa kualitas dan status moral.

F.2 Kontra Euthanasia
• Euthanasi adalah praktek buhuh diri dan pembunuhan.
• Harus dilakukan usaha terus-menerus untuk mempertahankan hidup pasien.
• Pasien harus mendapatkan kenyamanan selama sisa hidupnya dengan cara memberikan pengobatan semaksimal mungkin.
• Mempertimbangkan nilai-nilai kemanusiaan, didalam pengobatan tidak boleh disebutkan bahwa “segala sesuatunya telah dilakukan..” meski sudah tidak ada cara lain yang dapat ditempuh.
• Dapat menimbulkan dampak buruk pada kehidupan sosial, seperti penolakan perawatan pada pasien yang perlu dirawat, eksploitasi, dan hilangnya moralitas serta rasa peduli kepada orang lain.

G. Euthanasia Menurut Kode Etik Kedokteran
Masalah euthanasia ini di negara indonesia adalah perbuatan yang dilarang. Sebagaimana yang tertulis di dalam pasal 344 KUHP dinyatakan: “Barang siapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutkannya dengan nyata dan sunguh-sunguh, dihukum penjara selama-lamanya dua belas tahun.” Berdasarkan pasal ini, seorang dokter bias dituntut oleh penegak hukum, apabila ia
melakukan euthanasia, walaupun atas permintaan pasien dan keluarga yang bersangkutan,
karena perbuatan tersebut merupakan perbuatan melawan hukum.
Selain itu, juga tertulis di dalam pasal 388 yang berbunyi: “Barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain, dihukum, karena makar mati, dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun.”
Sedangkan euthanasia yang diatur didalam Kode Etik Kedokteran yang ditetapkan Mentri Kesehatan Nomor: 434/Men.Kes./SK/X/1983, disebutkan pada pasal 10: “Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajibannya melindungi hidup makhluk insani.” Maka dari penjelasan pasal 10 itu dengan tegas disebutkan bahwa naluri
yang kuat pada setiap makhluk yang bernyawa, termasuk manusia ialah
mempertahankan hidupnya. Usaha untuk itu merupakan tugas seorang dokter.

H. Euthanasia Menurut Pandangan Islam
H.1 Euthanasia Aktif
Dalam ajaran agama islam, praktek euthanasia aktif sangatlah dilarang. Haram hukumnya walaupun hal itu atas dasar belas kasihan ataupun permintaan pasien dan keluarganya. Dikarenakan euthanasia aktif adalah pembunuhan yang disengaja (al-qatlu al amad). Berikut ini adalah beberapa dalil naqli yang melarang pelaksanaan euthanasia aktif:
• “Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (untuk membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar.” (QS Al-An’aam : 151)
• “Dan tidak layak bagi seorang mu`min membunuh seorang mu`min (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja)…” (QS An-Nisaa` : 92)
• “Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (QS An-Nisaa` : 29).
• "Hamba-Ku telah mendahului (keputusan) Ku, maka Aku haramkan surga baginya" (265)
Dan bagi yang melakukan akan mendapatkan balasan yang sangat berat dari Allah SWT, seperti yang tertuang dalam Al-Qur’an: “Dan barang siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya adalah Jahanam, kekal ia didalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya” (QS. An Nisa :93)

H.2 Euthanasia Pasif
Euthanasia pasif dilakukan dengan cara penghentian pemberian pengobatan kepada pasien, misalnya dengan cara menghentikan obat-obatan, melepas saluran pernafasan bantuan, dan menghentikan nutrisi kepada pasien. Tindakan tersebut dilakukan berdasarkan keyakinan dokter bahwa pengobatan yang dilakukan tidak ada gunanya lagi dan tidak memberikan harapan sembuh kepada pasien. Karena itu, dokter menghentikan pengobatan kepada pasien. Berkaitan dengan hal ini, kembali kepada diri kita dengan pengetahuan tentang berobat yakni wajib, sunah, mubah, ataukah makruh? Dalam masalah ini ada perbedaan pendapat. Menurut jumhur ulama, mengobati atau berobat itu hukumnya mandub (sunnah), tidak wajib. Namun sebagian ulama ada yang mewajibkan berobat, seperti kalangan ulama Syafiiyah dan Hanabilah, seperti dikemukakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (Utomo, 2003:180). Menurut Abdul Qadim Zallum (1998:68) hukum berobat adalah sunah. Hal ini berdasarkan hadist Rasulullah SAW: “Sesungguhnya Allah Azza Wa Jalla setiap kali menciptakan penyakit, Dia ciptakan pula obatnya. Maka berobatlah kalian!” (HR Ahmad, dari Anas RA). Hadits di atas menunjukkan Rasulullah SAW memerintahkan untuk berobat. Menurut ilmu Ushul Fiqih, perintah (al-amr) itu hanya memberi makna adanya tuntutan (li ath-thalab), bukan menunjukkan kewajiban (li al-wujub).

I. Penanganan Masalah Euthanasia
Demikian banyaknya kontroversi masalah euthanasia, perlu dilakukan penanganan masalah euthanasia. Seluruh pihak, khususnya yang bergerak dibidang kedokteran harus peka menanggapi masalah ini. Berikut ini adalah beberapa penanganan yang dapat dilakukan dalam mengatasi masalah euthanasia:
1. Penelitian yang berkelanjutan pada pasien koma atau kritis
2. Melakukan tindakan medis dengan treatment yang tepat
3. Penanganan profesional terus dilakukan
4. Mempertimbangkan nilai-nilai moralitas, pasien merupakan manusia yang bermartabat yang perlu ditangani secara manusiawi
5. Pelayanan manusiawi secara emosional dan spiritual.

BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Euthanasia adalah suatu tindakan atau cara mengakhiri hidup suatu individu. Hal ini sangat kontroversial, banyak menimbulkan pro-kontra didalamnya. Jika melihat euthanasia dari sudut pandang hukum di Indonesia dan Agama Islam, hal tersebut sangatlah dilarang dengan alasan apapun tanpa terkecuali. Secara hukum hal itu adalah pembunuhan dan tindak pidana. Begitu juga dalam ajaran Islam, sesungguhnya yang berhak menentukkan hidup dan mati seseorang hanya Allah SWT. Dengan adanya euthanasia ini, seharusnya adalah menjadi suatu motivasi bagi seorang medis, baik itu dokter dalam menangani pasien. Euthanasia menjadi suatu tantangan bagi pihak kedokteran agar dapat menangani pasien sebaik mungkin, dokter perlu melakukan langkah-langkah yang dibutuhkan, rumahsakit juga ikut bertanggung jawab disamping pemerintah menanggung biaya pengobatan yang besar. Semua hal itu dilakukan dengan manusiawi secara emosional dan spiritual. Jadi, dalam menghadapi masalah euthanasia diperlukan IQ, EQ, dan SQ yang baik dan seimbang dalam diri, baik itu dalam diri pasien maupun dokter.

B. Saran-Saran
Dalam penyusunan makalah ini, penulis sadar masih banyak sekali kekurangan didalam isi maupun proses dalam penyusunannya. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca agar dapat menjadi koreksi dan menjadi suatu pembelajaran. Dengan demikian diharapkan dalam penyusunan makalah yang berikutnya dapat mendapatkan hasil yang lebih baik. Terimakasih.




LAMPIRAN

A. DAFTAR PUSTAKA
Referensi
http://www.pikirdong.org
http://zanikhan.multiply.com/journal/item/4649/EUTHANASIA_DAN_BUNUH_DIRI
http://konsultasi.wordpress.com/2007/01/26/euthanasia-menurut-hukum-islam/
http://netsains.com/2007/11/euthanasia-dan-kematian-bermartabat-suatu-tinjauan-bioetika/
Taufik Surnadi, Mistar Ritonga. 2005. Praktek Dokter dan Keterkaitannya dengan Hukum
http://id.wikipedia.org

Sabtu, 25 September 2010

Psikologi dan Kesehatan

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perilaku dapat ditinjau secara individu dan sosial, dimana pengaruh hubungan antara organisme dengan lingkungannya terhadap perilaku, intrapsikis, yaitu proses-proses dan dinamika mental / psikologis yang mendasari perilaku serta biologis, yaitu proses-proses dan dinamika yang neuro-fisiologis. Ketiga tinjauan ini sama pentingnya dan memahami dinamika ketiganya akan sangat membantu untuk memahami perilaku manusia.

B. Rumusan Masalah
• Mengapa seseorang bekerja? Apa yang didapat?
• Apa yang dimaksud stress?
• Apa yang dimaksud stress kerja?
• Mengapa seseorang bisa mengalami stress? Apa penyebabnya?
• Ciri-ciri seperti apa seseorang dikatakan stress?
• Bagaimana kiat agar dapat mengatasi stress?

C. Tujuan
• Memahami proses dasar psikologis (emosi, persepsi, motivasi, dll.) yang meyebabkan timbulnya perilaku.
• Memahami proses dasar psikologis dalam interaksi antara manusia, interaksi sosial dan konflik-konflik psikologis.
• Memahami peranan dan fungsi psikologi dalam bidang klinis dan kesehatan.
• Memahami fungsi komunikasi interpersonal dan komunikasi efektif.

D. Manfaat
• Dapat memahami perilaku diri mulai dari sebab dan akibatnya.
• Dapat melakukan interaksi yang baik dengan orang lain, dengan teman, dosen, dan lingkungan disekitar kita beserta konfliknya.
• Bisa menjaga kesehatan dan perilaku diri dalam kehidupan sehari-hari.
• Dapat berkomunikasi efektif dari diri kita ke orang lain, secara man-to-man.

BAB II
PEMBAHASAN

Bekerja
Bekerja adalah suatu tuntutan hidup bagi setiap manusia, khususnya manusia yang telah dewasa. Dengan bekerja, seseorang berharap dapat memenuhi kebutuhan ekonomi dan sosial. Namun dari berkerja bukan hanya kebutuhan saja yang dapat terpenuhi, tapi dapat menimbulkan tekanan-tekanan pemicu stress bagi seseorang.

Definisi Stress
Stress menurut para ahli mempunyai definisi yang berbeda-beda, namun pada intinya sama. Berikut ini definisi stress menurut beberapa ahli :
 Morgan & King (1986) :
- Keadaan internal
- Tuntutan fisik (badan), lingkungan, dan situasi sosial
- Berpotensi merusak dan tidak terkontrol
 Cooper (1994)
- Tanggapan atau proses internasional atau eksternal
- Melebihi batas tingkat ketegangan fisik dan psikologis
 Hager (1999)
- Bersifat individual
- Bersifat merusak
- Tidak seimbang antara daya tahan mental dengan beban

Stress Kerja
Stress kerja adalah stress yang ditimbulkan dari dampak negatif yang didapat seseorang dalam bekerja. Hal tersebut timbul dari tekanan-tekanan dalam psikis seseorang. Berikut ini difinisi stress kerja menurut beberapa ahli :
 Selye (1983)
- Tuntutan pekerjaan
- Melampaui kemampuan
 Philip L. Rice
- Banyak masalah
- Melibatkan organisasi atau perusahaan

Penyebab Atau Sumber-Sumber Stress
Penyebab atau sumber-sumber stress disebut stressor. Banyak sekali jenis stressor, stressor setiap orang yang mengalami stress tidaklah sama. Berikut ini beberapa hal yang dapat menjadi stressor menurut Soewondo (1992) :
 Kondisi dan Situasi
 Pekerjaannya
 Status Pekerjaan
 Karir yang Tidak Jelas
 Hubungan Interpersonal

Ciri-Ciri Stress
Seseorang yang mengalami stress pasti berbeda dari orang yang pikirannya tenang dan rileks. Stress sendiri mempunyai ciri-ciri tertentu yang dapat mengetahui bahwa seseorang mengalami stress. Berikut ini ciri-ciri atau gejala dari stress kerja menurut Terry dan John Newman (1999) :
 Gejala Psikologis : cemas, tegang, bingung, sensitive, komunikasi tidak efektif, terkungkung, bosan, tidak puas, kurang konsentrasi, kurang kreatif, dan kurang percaya diri.
 Gejala Fisiologis : denyut jantung meningkat, tekanan darah meningkat, gangguan lambung, gangguan pernafasan, sakit kepala, susah tidur, dan gangguan fungsi imun.
 Gejala Perilaku : menghidari, menunda, prestasi menurun, sabotase, penggunaan obat-obatan, minum minuman keras, pola makan tidak teratur, dan cenderung melakukan bunuh diri.

Pengaruh Stress Terhadap Kesehatan
Seperti yang kita telah ketahui, bahwa stress adalah tekanan psikis. Kondisi psikis, jiwa, dan pikiran seseorang dapat mempengaruhi kondisi kesehatan juga. Berikut ini adalah pengaruh stress terhadap kesehatan seseorang menurut beberapa ahli :
 Baker, dkk (1987)
- Merubah cara kerja sistem kekebalan tubuh
- Menurunkan daya tahan tubuh
- Mudah terserang penyakit
- Penyembuhan diri lama

 Friedman (1981)
- Berpotensi terkena penyakit
- Berpotensi terkena alergi
- Menurunkan sistem autoimmun
- Penurunan respon antibodi tubuh

 Dantzer dan Kelley (1989)
- Hormon adrenalin melemah
- Dapat memicu penyakit-penyakit seperti : jantung, gangguan pencernaan, darah tinggi, maag, dll.
- Ditentukan dari jenis, lamanya, dan frekuensi stress seseorang.

Cara Mengatasi Stress dan Stress Kerja
Mengalami stress memang suatu hal yang cukup berat, tapi stress tidak selalu berpengaruh negatif. Stress dapat berdampak positif bagi seseorang, kuncinya adalah persepsi kita terhadap stress. Berikut ini adalah cara mengatasi stress dan stress kerja agar dapat memandang stress secara positif menurut Jere Yates (1979) :
 Menjaga kesehatan tubuh
 Terima diri apa adanya
 Presepsi dan pandangan hidup seseorang
Kegagalan dan keberhasilan sebagai bagian dari kehidupan.
 Memelihara hubungan persahabatan indah
Mempunyai teman curhat yang bisa mendengarkan dan membantu disaat masalah menimpa diri kita.
 Melakukan tindakan positif dan konstruktif
Segera mencari solusi atas permasalahan yang dihadapi.
 Memelihara hubungan sosial yang baik
Memelihara hubungan baik dengan tetangga atau kerabat dekat.
 Menciptakan aktivitas kreatif
Berolahraga, berkreasi, dan melakukan hobi untuk merefresing pikiran.
 Melakukan pekerjaan yang berguna
Mengikuti kegiatan sosial dan keagamaan.
 Menganalisa masalah
 Mengambil manfaat dari masalah
Stress tidak hanya berdampak negatif, tapi dapat berdampak positif yaitu dapat meningkatkan semangat diri.




BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Setiap orang harus bekerja sebagai tuntutan hidup dan agar dapat memenuhi kebuhuhan ekonomi dan sosial. Dari berkerja seseorang kadang mengalami tekanan-tekanan, yang disebut stress. Stress adalah kondisi individu, internal seseorang yang mengalami tekanan psikis, jiwa, dan pikiran yang melebihi batas ketegangan fisik dan psikologis. Sama dengan stress kerja, tapi stress kerja melibatkan organisasi atau perusahaan. Stress disebabkan oleh hal-hal tertentu yang disebut stressor. Stressor bermacam-macam dan setiap orang belum tentu mempunyai stressor yang sama. Stress mempunyai ciri-ciri tersendiri dan gejala tertentu, yaitu gejala psikologis, gejala fisiologis, dan gejala perilaku. Stress adalah kondisi psikis, tapi hal ini juga sangat mempengaruhi kondisi kesehatan seseorang. Stress dapat merugikan bagi kondisi kesehatan seseorang. Namun dibalik itu semua, stress dapat kita atasi dan bahkan dapat berdampak positif jika kita mampu memandang dan mempresepsikan stress dengan baik.


B. Saran-Saran
Dalam penyusunan makalah ini, penulis sadar masih banyak sekali kekurangan didalam isi maupun proses dalam penyusunannya. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca agar dapat menjadi koreksi dan menjadi suatu pembelajaran. Dengan demikian diharapkan dalam penyusunan makalah yang berikutnya dapat mendapatkan hasil yang lebih baik. Terimakasih.




LAMPIRAN

A. DAFTAR PUSTAKA
Referensi
Morgan, C. T., King, R. A, & Weisz, J. R. (1986). Introduction to Psychology (7th ed.). New York: McGraw-Hill Book Co.
Cooper, C. L., & Payne, R. (1994). Causes, Coping & Consequences of Stress at Work. USA: John Wiley & Sons, Ltd.
Selye, H. (1983). Selye’s Guide To Stress Research (vol. 3). New York: Van Nostrand Reinhold Company, Inc.
www.forum.datalowongankerja.com
www.rumahbelajarpsikologi.com

EUTHANASIA

EUTHANASIA DALAM PRAKTEK KEDOKTERAN DITINJAU DARI HUKUM PIDANA
A. LATAR BELAKANG
Dengan perkembangan tekhnologi yang terjadi pada saat ini, telah menyebabkan timbulnya pergeseran nilai dari berbagai kemanusiaan. Di antara sekian banyak persoalan yang timbul dan memerlukan jawaban dari berbagai macam sudut pandang adalah masalah euthanasia. Euthanasia adalah pengakhiran hidup manusia berhubungan adanya suatu penderitaan berat yang dialaminya, dengan berbagai macam pertimbangan untuk kebaikan si penderita sendiri agar tidak terlalu lama menderita, untuk meringankan beban keluarga atau masyarakat, baik perasaan, tenaga maupun materi serta pertimbangan-pertimbangan lainnya.
Euthanasia atau hak mati bagi pasien sudah lama menjadi perdebatan di negara-negara dunia, tetapi belum semua negara bersedia melegalkan, termasuk di dalamnya Indonesia. Oleh karenanya euthanasia senantiasa menjadi masalah aktual. Sejumlah pakar dari berbagai disiplin ilmu telah mencoba membahas dan mengkaji euthanasia dari berbagai sudut pandang, namun demikian pandangan medis, sosial, agama dan yuridis masih menimbulkan rasa ketidakpuasan, dan belum dapat menjawab secara tepat dan objektif.


Hak untuk hidup adalah hak yang paling asasi bagi semua mahluk, lebih-lebih bagi manusia. Seperti yang telah disebutkan dalam pernyataan umum hak-hak manusia (Universal Declaration of Human Rights) pada Pasal 3 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak akan hidup, akan kemerdekaan da keamanan bagi dirinya. Berhubungan dengan pasal tersebut ada kaitannya, yakni beberapa pasal dalam UUD 1945 yang memuat hak-hak asasi manusia, yaitu seperti hak setiap warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan, berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, hak berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pendapat, berhak hidup sejahtera lahir dan batin, hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, dan masih banyak ketentuan UUD 1945 yang mengatur hak-hak manusia.
Menyinggung masalah hak-hak asasi manusia, maka akan terlintas dalam pikiran kita bahwa hak untuk hidup adalah termasuk di dalamnya. Timbul suatu pertanyaan bagaimana eksistensi hak untuk hidup bila dikaitkan dengan masalah euthanasia. Dengan pengertian lain seorang dokter, umumnya tenaga kesehatan memang menghadapi yang menempatkan seorang pasien menderita penyakit yang tidak dapat disembuhkan lagi. Misalnya saja seorang penderita kanker pada stadium yang sudah parah yang kondisinya sangat menderita, baik secara fisik, batin maupun materi. Melihat kondisi demikian ini, baik keluarga pasien maupun dokter yang merawatnya terkadang tidak tega, sehingga akhirnya sama-sama sepakat untuk mempercepat kematiannya yaitu dengan jalan memberikan obat dengan dosis yang berlebihan. Keadaan demikian inilah yang disebut dengan euthanasia.
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa euthanasia hanya dapat dilakukan oleh dokter. Belum jelasnya dasar hukum euthanasia menjadikan perdebatan berbagai pihak, khususnya ditinjau dari sudut pandang hukum pidana. Yaitu mengenai pertanyaan dapat tidaknya euthanasia dipersamakan dengan tindak pidana pembunuhan. Mendasarkan hal tersebut, maka penulis ingin melakukan pengkajian terhadap masalah euthanasia ditinjau dari hukum pidana ke dalam bentuk penulisan makalah yang berjudul “EUTHANASIA DALAM PRAKTEK KEDOKTERAN DITINJAU DARI HUKUM PIDANA”.

B. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang akan dibahas dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah pengertian euthanasia menurut ilmu kedokteran ?
2. Bagaimanakah pengaturan euthanasia dalam praktek kedokteran ditinjau dari hukum pidana?

C. PEMBAHASAN
1. Pengertian Euthanasia Menurut Ilmu Kedokteran
Asal istilah euthanasia bermula dari bahasa Yunani, yaitu “euthanatos”. Eu berarti baik tanpa derita dan Thanatos artinya adalah mati. Ada seorang penulis Yunani bernama Suetonius dalam bukunya Vitaceasarum menjelaskan anti euthanasia seba¬gai ”mati cepat tanpa derita”.
Dari euthanasia dikenal berbagai perumusan dan dari sekian banyak perumusan tersebut penulis memilih yang di¬buat oleh Euthanasia Studi Grup dari KNMG Holland (Ikatan Dokter Belanda) yang sebagai berikut:
”Euthanasia dengan sengaja tidak melakukan sesualu (nalaten) untuk memperpanjang hidup seorang pasien atau sengaja melakukan sesuatu untuk memperpendek atau mengakhiri hidup seorang pasien, dan semua ini dilakukan khusus untuk kepentingan pasien itu sendiri”.

Di dalam ilmu kedokteran, kata euthanasia dipergunakan dalam tiga arti, yaitu:
a. Berpindah ke alam baka dengan tenang dan aman, tanpa penderitaan, buat yang beriman degan menyebut nama Tuhan;
b. Waktu hidup akan berakhir, diiringi penderitaan si pasien dengan memberikan obat penenang;
c. Mengakhiri penderitaan hidup seorang pasien dengan sengaja atas permintaan pasien sendiri dan keluarganya.
Dari ketiga jenis euthanasia tersebut di atas, pada jenis ketiga atau butir c yang mirip dengan euthanasia yang dilarang dalam KUHP (Pasal 344).
Dengan demikian euthanasia dalam ilmu kedokteran dapat dibedakan dalam dua macam pengertian yaitu:
a. Euthanasia aktif; tindakan terapi yang sengaja dilakukan dengan suatu harapan untuk mempercepat kematian pasien;
b. Euthanasia pasif; perbuatan membiarkan pasien meninggal dengan cara menghentikan terapi.
Euthanasia pada saat sekarang ini mempunyai suatu motif dan pengertian yang lebih luas, akan tetapi motif euthanasia tetaplah sama yaitu pertolongan untuk mempercepat waktu tibanya meninggal dunia sebagai upaya menghindari penderitaan yang berkepanjangan yang tidak layak bagi manusia, sehingga pengertian euthanasia dipergunakan untuk maksud menolong dan tidak dapat diartikan sebagai pemusnahan hidup yang tak berguna. Oleh karena itu dorongan untuk euthanasia dapat dikenal sebagai belas kasihan dan rasa solidaritas terhadap yang sedang menghadapi kematian dengan kesukaran yang hebat.
Jadi euthanasia merupakan suatu pertolongan terhadap pasien yang sedang dalam keadaan menderita penyakit yang sangat parah pada waktu menjelang kematian sehingga euthanasia membawa suatu pertolongan dan memperingan penderitaan pasien menjelang kematian.
Dari berbagai macam pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan pengertian tentang euthanasia, yang pada prinsipnya mengandung unsur-unsur sebagai berikut:
a. Adanya suatu tindakan yang diambil baik secara aktif yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain;
b. Perbuatan tersebut dilakukan karena terdorong oleh suatu keinginan untuk membebaskan orang lain dari penderitaan yang dialaminya, misalnya sakit yang tidak mungkin dapat disembuhkan, dimana hal ini dapat dibuktikan oleh seorang dokter;
c. Perbuatan tersebut dilakukan atas permintaan orang yang bersangkutan atau keluarganya yang dinyatakan dengan kesungguhan hati.

2. Pengaturan Euthanasia Dalam Praktek Kedokteran Ditinjau Dari Hukum Pidana
Di Indonesia, dilihat dari aspek hukum pidana, maka euthanasia dalam bentuk apapun adalah dilarang, yaitu sebagaimana ditentukan dalam Pasal 344 KUHP yang menyatakan bahwa barang siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
Dengan demikian, apabila terjadi seorang dokter atau tenaga kesehatan lain yang ingin membantu pelaksanaan euthanasia atas permintaan atau desakan berdasarkan rasa kemanusiaan atau perasaan kasihan yang mendalam ataupun berdasarkan prinsip-prinsip etika kedokteran, maka tindakan dokter atau tenaga medis tersebut dapat diancam dengan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 344 KUHP.
Dari rumusan Pasal 344 KUHP tersebut di atas dapat dilihat unsur-unsur yang terkandung untuk dapat diancamnya seseorang dengan dakwaan melakukan euthanasia, yaitu “atas permintaan sendiri yang dinyatakan dengan kesungguhan hati”.
Unsur tersebut di atas pada akhirnya menjadikan sulitnya dalam hal pembuktian. Hal tersebut dikarenakan orang yang atas permintaan sendiri yang dinyatakan dengan kesungguhan hati tersebut harus sudah meninggal, sehingga tidak dapat dimintai keterangan atau kesaksiannya. Dengan demikian pada dasarnya Pasal 344 KUHP sangat sulit diterpkan untuk menjerat pelaku euthanasia di Indonesia, karena unsur “atas permintaan sendiri yang dinyatakan dengan kesungguhan hati” tersebut adalah merupakan syarat mutlak, sedangkan untuk membuktikan hal tersebut sangatlah sulit karena yang menyatakan telah meninggal dunia.


D. KESIMPULAN
1. Euthanasia dalam ilmu kedokteran dapat dibedakan dalam dua macam pengertian yaitu euthanasia aktif atau tindakan terapi yang sengaja dilakukan dengan suatu harapan untuk mempercepat kematian pasien, dan euthanasia pasif, yaitu perbuatan membiarkan pasien meninggal dengan cara menghentikan terapi.
2. Pengaturan euthanasia dalam praktek kedokteran ditinjau dari hukum pidana adalah sebagaimana diatur dalam Pasal 344 KUHP. Namun penerapannya sangat sulit, karena pasal tersebut menghendaki adanya kesaksian dari yang meninggal dalam hal membuktikan adanya “atas permintaan sendiri yang dinyatakan dengan kesungguhan hati”.
Powered By Blogger