Kamis, 30 September 2010

Terapan Nilai Spiritual dan Kemanusiaan Dalam Masalah Euthanasia

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Semua manusia, tidak terkecuali, sejak lahir telah dibekali potensi dasar yakni intelektualitas, emosional, dan spiritual. Namun, kenyataan menunjukkan bahwa ketiga potensi tersebut tidak selalu berjalan efektif dan sinergis. Ada manusia yang lebih dominan sisi intelektualitasnya, alfa yang kuat aspek emosionalnya, bahkan ada yang hanya kuat sisi spiritualnya. Peran potensi tersebut adalah sangat penting dalam membangun kesehatan jiwa, sehingga perlu dipahami oleh profesi kedokteran.
Dalam penerapannya dibidang kedokteran, sering dijumpai masalah-masalah medis yang sulit. Pasein yang menderita musibah berat, yang tidak mempunyai dasar spiritual yang bagus akan mudah putus asa dalam menjalani hidupnya. Dan bagi seorang dokter, adalah kewajibannya untuk tetap berusaha menangani pasein yang menderita parah sekalipun dengan dasar-dasar nilai kemanusiaan.

B. Rumusan Masalah
• Apa itu euthanasia?
• Bagaimana awal mula euthanasia?
• Seperti apa konsep mati?
• Bagaimana pelaksanaan euthanasia?
• Mengapa dilakukan euthanasia?
• Perdebatan panjang sepertia apa yang terjadi?
• Bagaimana cara menangani masalah euthanasia?
• Bagaimana euthanasia ditinjau dari sudut pandang islam?

C. Tujuan
C.1 Tujuan Umum
• Memahami urgensi peran intektualitas, emosional, dan spiritual dalam kesehatan jiwa.
• Urgensi nilai-nilai spiritual dalam kesehatan jiwa.
C.2 Tujuan Khusus
• Menjelaskan yang dimaksud dengan euthanasia.
• Menjelaskan bagaimana pelaksanaan euthanasia.
• Menjelaskan bagaimana cara menangani masalah euthanasia.
• Menggambarkan bagaimana islam memandang euthanasia.

D. Manfaat
• Dapat memahami penerapan nilai spiritual dan kemanusiaan dalam dunia kedokteran.
• Menyadari bahwa peran EQ, IQ dan SQ sangat penting dalam dunia kedokteran.
• Mengetahui seluk beluk euthanasia.
• Dapat mengatasi masalah euthanasia dan solusi yang terbaik.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Euthanasia
Euthanasia sering dikenal dengan suatu cara mengakhiri hidup tanpa rasa sakit yang dilakukan kepada makhluk hidup baik itu manusia ataupun hewan dengan cara tertentu, dimana dianggap tidak mempunyai harapan hidup lagi, dengan alasan belas kasihan.
Euthanasia secara bahasa berasal dari bahasa Yunani eu yang berarti “baik”, dan thanatos, yang berarti “kematian” (Utomo, 2003:177). Jadi maksud dari kata Euthanasia menurut bahasa Yunani adalah “kematian yang baik”. Suatu kommissie dari Gezondheidsraad (Belanda) merumuskan : “Euthanasia adalah berbuatan yang dengan sengaja memperpendek hidup ataupun dengan sengaja tidak berbuat untuk memperpanjang hidup demi kepentingan si pasien oleh seorang dokter ataupun bawahan yang bertanggung jawab kepadanya. Istilah lain yang tidak jauh berbeda dengan hal itu, dalam bahasa arab adalah qatl ar-rahmah (pembunuhan dengan kasih sayang) atautaisir al-maut (memudahkan kematian).

B. Sejarah Euthanasia
Kata eutanasia pertama sekali disebutkan oleh Hippocrates, seorang filsuf yang juga dikenal sebagai tabib. Hippocrates menjumpai beberapa pasiennya yang meminta untuk dibuatkan ramuan mematikan dengan tujuan mempercepat proses kematian pada diri pasein yang sekarat. Hal ini membuat Hippocrates bersumpah tidak akan membuat ramuan tersebut sampai kapanpun. Sumpah Hippocrates yang ditulis pada masa 400-300 SM berbunyi: “Saya tidak akan menyarankan dan atau memberikan obat yang mematikan kepada siapapun meskipun telah dimintakan untuk itu“. Namun demikian, kenyataannya praktek euthanasia telah dimulai pada tahun yang sama (kira-kira abad 4 SM).

C. Konsep Mati
Untuk lebih memahami euthanasia, kita perlu memahami terlebih dahulu apa itu konsep mati yang terlah dianut dari dulu sampai saat ini. Karena dalam dunia kedokteran, harus senantiasa mengutamakan nilai kemanusiaan dalam melakukan tindakan medis, dengan terus berusaha menyelamatkan pasein. Dalam dunia modern seperti saat ini, banyak sekali cara yang dapat dilakukan untuk membantu hal tersebut.
Berikut ini adalah beberapa konsep tentang mati :
1. Mati sebagai berhentinya darah mengalir
Dalam PP No. 18 tahun 1981 dinyatakan bahwa mati adalah berhentinya fungsi
jantung dan paru-paru. Namun, dalam dewasa ini konsep mati tersebut sudah ketinggalan jaman. Karena saat ini teknologi kedokteran sudah sangat maju, jantung dan paru-paru yang tidak berfungsi lagi dapat dipacu dengan alat-alat medis modern.
2. Konsep mati menurut dr. H. Tabrani Rab
Kematian menurut dr. H. Tabrani Rab ditentukan oleh 4 faktor, yaitu:
1. Berhentinya pernafasan
2. Matinya jaringan otak
3. Tidak berdenyutnya jantung, serta
4. Adanya pembusukan jaringan tertentu oleh bakteri-bakteri.

D. Jenis dan Pelaksanaan Euthanasia
1. Voluntary Euthanasia
Voluntary euthanasia (eutanasia sukarela) merupakan pelaksanaan eutanasia pada pasien atas keinginan dirinya sendiri dan tanpa adanya pemaksaan dari orang lain. Biasanya juga dikenal dengan istilah Autoeutanasia, pasien sebelum menjalani eutanasia harus menulis pernyataan yang ditulis dengan tangan (codicil).
2. Non-valuntary
Merupakan eutanasia yang dilakukan pada pasien dimana ia tidak meminta dilakukan eutanasia karena ketidakmampuan dan tidak kesadarannya, misalnya karena disebabkan koma yang panjang. Pada pasien PVS misalnya dihentikannya feeding tube (selang saluran makan).
3. Involuntary Euthanasia
Hampir mirip dengan non-voluntary, yang membedakan adalah kondisi pasien yang sekarat dan sadar bahwa ia sudah tidak mempunyai harapan untuk hidup, pasien menolak untuk dilakukan perawatan. Pasien masih sadar dan dapat memberikan persetujuan atau penolakan ketika ditanya.
4. Assisted Suicide
Assisted suicide (bantuan bunuh diri) merupakan jenis eutanasia dimana seseorang menfasilitasi baik memberikan informasi, wacana, atau bimbingan tertentu untuk mengakhiri hidup seseorang. Jika melibatkan bantuan dokter disebut dengan “bunuh diri atas pertolongan dokter”.
5. Euthanasia by Action
Suatu tindakan yang dilakukan dengan tujuan untuk menimbulkan kematian, misalnya dengan pemberian injeksi atau racun sianida. Euthanasia By Action Merupakan jenis eutanasia aktif.
6. Euthanasia by Omisson
Merupakan eutanasia pasif dimana dilakukan penghentian tindakan medis kepada pasien, misalnya penghentian pemberian nutrisi, air, dan ventilator.

E. Alasan-Alasan Dilakukan Euthanasia
1. Sakit berkepanjangan
Alasan yang paling mendasar dalam melakukan euthanasia adalah sakit yang berkepanjangan. Berbagai alasan seperti itu banyak ditolak oleh pengadilan, karena saat ini telah banyak ditemukan obat-obatan yang dapat mengurangi rasa sakit sehingga rasa sakit itu bisa dikontrol.
2. Keinginan dari pasein secara berulang kali
Adanya keinginan dari diri pasein secara pribadi dengan secara lisan maupun ekspresi yang menunjukkan bahwa dirinya ingin segera mengakhiri hidupnya. Hal ini biasa ditemukan pada pasein yang mempunyai jiwa spiritual rendah, sehingga mudah putus asa.
3. Manusia tidak boleh dan tidak diharuskan untuk tetap hidup
Ketika beranggapan bahwa usaha untuk melakukan pengobatan dan menyembuhkan seseorang bukan hal yang bijak dilakukan. “Memaksa” agar tetap hidup dengan bantuan alat, seperti alat pernafasan adalah hal yang tidak manusiawi.
4. Ketidakmampuan untuk membayar biaya kesehatan
Seperti yang kita ketahui dalam melakukan pengobatan dibutuhkan biaya, dan biaya kesehatan tidaklah murah. Sehingga hal ini menjadi pertimbangan bagi pasien, keluarga, dan dokter.

F. Perdebatan Panjang
Pelaksanaan euthanasia sampai saat ini menjadi polemik, etik dan perdebatan panjang yang tidak pernah terselesaikan, pro-kontra didalamnya sepertinya tidak pernah usai di dunia ini. Berikul ini adalah pro-kontra yang terjadi mengenai euthanasia.
F.1 Pro-Euthanasia
• Beranggapan melakukan euthanasia lebih manusiawi daripada melihat kondisi pasien yang kesakitan (sekarat) dalam waktu yang panjang.
• Euthanasia dianggap sebagai cara yang mempermudah dan merpersingkat rasa sakit pasien.
• Membuat dilematis dokter dalam mengangani pasien yang kritis.
• Mempertahankan kehidupan pasien yang sudah kritis atau sekarat adalah tindakan yang tidak berguna, karena kehidupan yang seperti ini adalah kehidupan tanpa kualitas dan status moral.

F.2 Kontra Euthanasia
• Euthanasi adalah praktek buhuh diri dan pembunuhan.
• Harus dilakukan usaha terus-menerus untuk mempertahankan hidup pasien.
• Pasien harus mendapatkan kenyamanan selama sisa hidupnya dengan cara memberikan pengobatan semaksimal mungkin.
• Mempertimbangkan nilai-nilai kemanusiaan, didalam pengobatan tidak boleh disebutkan bahwa “segala sesuatunya telah dilakukan..” meski sudah tidak ada cara lain yang dapat ditempuh.
• Dapat menimbulkan dampak buruk pada kehidupan sosial, seperti penolakan perawatan pada pasien yang perlu dirawat, eksploitasi, dan hilangnya moralitas serta rasa peduli kepada orang lain.

G. Euthanasia Menurut Kode Etik Kedokteran
Masalah euthanasia ini di negara indonesia adalah perbuatan yang dilarang. Sebagaimana yang tertulis di dalam pasal 344 KUHP dinyatakan: “Barang siapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutkannya dengan nyata dan sunguh-sunguh, dihukum penjara selama-lamanya dua belas tahun.” Berdasarkan pasal ini, seorang dokter bias dituntut oleh penegak hukum, apabila ia
melakukan euthanasia, walaupun atas permintaan pasien dan keluarga yang bersangkutan,
karena perbuatan tersebut merupakan perbuatan melawan hukum.
Selain itu, juga tertulis di dalam pasal 388 yang berbunyi: “Barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain, dihukum, karena makar mati, dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun.”
Sedangkan euthanasia yang diatur didalam Kode Etik Kedokteran yang ditetapkan Mentri Kesehatan Nomor: 434/Men.Kes./SK/X/1983, disebutkan pada pasal 10: “Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajibannya melindungi hidup makhluk insani.” Maka dari penjelasan pasal 10 itu dengan tegas disebutkan bahwa naluri
yang kuat pada setiap makhluk yang bernyawa, termasuk manusia ialah
mempertahankan hidupnya. Usaha untuk itu merupakan tugas seorang dokter.

H. Euthanasia Menurut Pandangan Islam
H.1 Euthanasia Aktif
Dalam ajaran agama islam, praktek euthanasia aktif sangatlah dilarang. Haram hukumnya walaupun hal itu atas dasar belas kasihan ataupun permintaan pasien dan keluarganya. Dikarenakan euthanasia aktif adalah pembunuhan yang disengaja (al-qatlu al amad). Berikut ini adalah beberapa dalil naqli yang melarang pelaksanaan euthanasia aktif:
• “Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (untuk membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar.” (QS Al-An’aam : 151)
• “Dan tidak layak bagi seorang mu`min membunuh seorang mu`min (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja)…” (QS An-Nisaa` : 92)
• “Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (QS An-Nisaa` : 29).
• "Hamba-Ku telah mendahului (keputusan) Ku, maka Aku haramkan surga baginya" (265)
Dan bagi yang melakukan akan mendapatkan balasan yang sangat berat dari Allah SWT, seperti yang tertuang dalam Al-Qur’an: “Dan barang siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya adalah Jahanam, kekal ia didalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya” (QS. An Nisa :93)

H.2 Euthanasia Pasif
Euthanasia pasif dilakukan dengan cara penghentian pemberian pengobatan kepada pasien, misalnya dengan cara menghentikan obat-obatan, melepas saluran pernafasan bantuan, dan menghentikan nutrisi kepada pasien. Tindakan tersebut dilakukan berdasarkan keyakinan dokter bahwa pengobatan yang dilakukan tidak ada gunanya lagi dan tidak memberikan harapan sembuh kepada pasien. Karena itu, dokter menghentikan pengobatan kepada pasien. Berkaitan dengan hal ini, kembali kepada diri kita dengan pengetahuan tentang berobat yakni wajib, sunah, mubah, ataukah makruh? Dalam masalah ini ada perbedaan pendapat. Menurut jumhur ulama, mengobati atau berobat itu hukumnya mandub (sunnah), tidak wajib. Namun sebagian ulama ada yang mewajibkan berobat, seperti kalangan ulama Syafiiyah dan Hanabilah, seperti dikemukakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (Utomo, 2003:180). Menurut Abdul Qadim Zallum (1998:68) hukum berobat adalah sunah. Hal ini berdasarkan hadist Rasulullah SAW: “Sesungguhnya Allah Azza Wa Jalla setiap kali menciptakan penyakit, Dia ciptakan pula obatnya. Maka berobatlah kalian!” (HR Ahmad, dari Anas RA). Hadits di atas menunjukkan Rasulullah SAW memerintahkan untuk berobat. Menurut ilmu Ushul Fiqih, perintah (al-amr) itu hanya memberi makna adanya tuntutan (li ath-thalab), bukan menunjukkan kewajiban (li al-wujub).

I. Penanganan Masalah Euthanasia
Demikian banyaknya kontroversi masalah euthanasia, perlu dilakukan penanganan masalah euthanasia. Seluruh pihak, khususnya yang bergerak dibidang kedokteran harus peka menanggapi masalah ini. Berikut ini adalah beberapa penanganan yang dapat dilakukan dalam mengatasi masalah euthanasia:
1. Penelitian yang berkelanjutan pada pasien koma atau kritis
2. Melakukan tindakan medis dengan treatment yang tepat
3. Penanganan profesional terus dilakukan
4. Mempertimbangkan nilai-nilai moralitas, pasien merupakan manusia yang bermartabat yang perlu ditangani secara manusiawi
5. Pelayanan manusiawi secara emosional dan spiritual.

BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Euthanasia adalah suatu tindakan atau cara mengakhiri hidup suatu individu. Hal ini sangat kontroversial, banyak menimbulkan pro-kontra didalamnya. Jika melihat euthanasia dari sudut pandang hukum di Indonesia dan Agama Islam, hal tersebut sangatlah dilarang dengan alasan apapun tanpa terkecuali. Secara hukum hal itu adalah pembunuhan dan tindak pidana. Begitu juga dalam ajaran Islam, sesungguhnya yang berhak menentukkan hidup dan mati seseorang hanya Allah SWT. Dengan adanya euthanasia ini, seharusnya adalah menjadi suatu motivasi bagi seorang medis, baik itu dokter dalam menangani pasien. Euthanasia menjadi suatu tantangan bagi pihak kedokteran agar dapat menangani pasien sebaik mungkin, dokter perlu melakukan langkah-langkah yang dibutuhkan, rumahsakit juga ikut bertanggung jawab disamping pemerintah menanggung biaya pengobatan yang besar. Semua hal itu dilakukan dengan manusiawi secara emosional dan spiritual. Jadi, dalam menghadapi masalah euthanasia diperlukan IQ, EQ, dan SQ yang baik dan seimbang dalam diri, baik itu dalam diri pasien maupun dokter.

B. Saran-Saran
Dalam penyusunan makalah ini, penulis sadar masih banyak sekali kekurangan didalam isi maupun proses dalam penyusunannya. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca agar dapat menjadi koreksi dan menjadi suatu pembelajaran. Dengan demikian diharapkan dalam penyusunan makalah yang berikutnya dapat mendapatkan hasil yang lebih baik. Terimakasih.




LAMPIRAN

A. DAFTAR PUSTAKA
Referensi
http://www.pikirdong.org
http://zanikhan.multiply.com/journal/item/4649/EUTHANASIA_DAN_BUNUH_DIRI
http://konsultasi.wordpress.com/2007/01/26/euthanasia-menurut-hukum-islam/
http://netsains.com/2007/11/euthanasia-dan-kematian-bermartabat-suatu-tinjauan-bioetika/
Taufik Surnadi, Mistar Ritonga. 2005. Praktek Dokter dan Keterkaitannya dengan Hukum
http://id.wikipedia.org

1 komentar:

Powered By Blogger